Islam Yang Bernuansa Sukacita
Dalam pandangan saya, salah satu masalah umat Islam saat ini adalah kegemaran pada menangis. Akhirnya, segala hal berbau Islam cenderung dekat dengan air mata, bahkan cenderung dipicu untuk menangis. Ketika para ustaz berceramah misalnya, seringkali penekanan dan berlama-lama di bagian azab; azab kubur, hari kiamat, siksa neraka, dan seterusnya. Atau lihat saja video ceramah para ustaz di youtube, seringkali diberikan backsound (musik pengiring) yang bernuansa sedih, padahal ceramahnya bertemakan bahagia pun, musik pengiringnya tetap sedih!
Menurut saya ini adalah masalah; kita memberikan apresiasi yang terlalu besar pada kesedihan. Efeknya adalah, kita menjadi umat yang lesu dan kurang semangat berjuang khususnya dalam berbuat kebaikan dan memperjuangkan hal duniawi. Rasulullah saw itu adalah sosok yang selalu tersenyum dan penuh semangat dalam bekerja, bahkan dalam mencari nafkah. Masalah lainnya adalah, seringkali air mata yang tumpah dari kaum kita adalah air mata buatan atau tidak organik (tidak alami). Karena melihat orang lain menangis saat mendengar ceramah, kita pun ikut²an menangis. Kira² air mata mana yang Tuhan apresiasi? Apakah air mata partisipatif (ikut²an menangis) ataukah air mata organik (alami karena takut padaNya). Bukan kah salah satu dari 7 golongan yang dinaungi Tuhan di hari kiamat, adalah orang yang menangis secara bersendirian, dan air mata-nya adalah organik (alami) karena takut padaNya?
Kita perlu mengubah image Islam yang penuh derai air mata partisipatif itu, ubahlah citra Islam sedih itu, agaknya di masa sekarang ini kita perlu membina sebuah bentuk Islam yang bernuansa sukacita. Bersukacita karena banyaknya rahmat Allah Swt. Sukacita yang mengantarkan umat pada semangat dalam produktifitas dan berbuat kebajikan; tentunya juga semangat dalam menjalani ibadah mahdah. Para penceramah, berhentilah memancing-mancing isak tangis yang tidak alami dari para jamaahnya. Para editor video ceramah; cobalah sesuaikan musik pengiring (backsound) dengan nuansa ceramahnya, jangan paksakan semua musik pengiring harus yang sedih. Dan kita para umat, cobalah memupuk sebanyak-banyaknya rasa syukur hingga ia meluap-luap, hingga ia menghantarkan kita pada sukacita yang produktif, pada syukur yang mem-profesional-kan. Di waktu hendak menangis, menangis lah. Di waktu tidak hendak menangis, jangan tarik-tarik keluar air mata itu! Senyum harus lebih mewarnai umat dibanding tangis!
YM Ustaz
24/4/2022
07:06 WIB
Comments
Post a Comment